Panduan Pengembangan Silabus Pendidikan Agama Katolik


I.        PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan pera-turan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelengga-raan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.

Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk meran-cang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil pem-belajaran.

Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompentensi Lulusan.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
  • Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6)
  • Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar­kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2).
  • Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20)

Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

Dari pengalaman dapat dilihat bahwa apa yang diketahui (pengetahuan, ilmu) tidak selalu membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Tetapi kemampuan, keuletan dan kecekatan seseorang untuk mencernakan dan mengaplikasikan apa yang diketahui dalam hidup nyata, akan membuat hidup sesaorang sukses danbermutu!

Demikian pula dalamkehidupan beragama.Orang tidak akan beriman dan diselamatkan oleh apa yang dia ketahui tentang imannya, tetapi terlebih oleh pergumulannya bagaimana ia menginterpretasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seorang pakar ilmu agama belum tentu seorang beriman dan diselamatkan, tetapi seorang yang senantiasa berusaha untuk melihat, menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam hidup nyatanya, ia sungguh seorang beriman dan dapat diselamatkan. Jadi, yang menyelamatkan bukanlah terutama pengetahuan, tetapi kompetensi untuk mencernakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu.

Selanjutnya harus dikatakan bahwa kemampuan dan komptensi siswa semakin dituntut pada saat ini, di mana arus globalisasi dan krisis multi dimensi sedang melanda negeri dan bangsa kita. Budaya global yang dibangun oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi media informasi, telah membawa banyak perubahan, termasuk perubahan nilai-nilai. Perubahan-perubahan nilai ini bisa bersifat konstruktif, tetapi juga destruktif. Sementara itu bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensi. Krisis di bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, lingkungan hidup, dsbnya. Menurut para pakar, krisis multi dimensi itu berakar pada krisis etika, krisis moral. Bangsa Indonesia telah berpolitik, ber-ekonomi, melaksanakan hukum..... dsbnya tanpa etika, tanpa moral!!

Menghadapi situasi yang memprihatinkan seperti itu, bagaimana dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama harus membekali generasi mudanya untuk menghadapi budaya global dan krisis multi dimensi yang sedang melanda negeri ini!!

Seperti sudah disinggung di atas bahwa membekali mereka dengan pengetahuan saja kiranya tidak cukup. Mereka hendaknya dibekali dengan pelbagai kemampuan dan ketrampilan untuk:
  • Berpikir dan memilih secara kritis. Tahu menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang benar dan mana yang salah.
  • Berinisiatif dan mengambil prakarsa. Dalam situasi yang sulit ia mampu membuat terobosan-terobosan. Mampu bersikap dan bertindak inovatif.
  • Bersikap mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan keadaan.
  • Membangun relasi, berdialog dan terbuka.....

Semua sikap dan tindakan itu tentu saja menyangkut kemampuan dan kompetensi, bukan sekadar pengetahuan saja. Siswa/siswi hendaknya mampu berpikir (kognitif), mampu menentukan siskap (efektif) dan mampu bertindak (psiko-motorik). Dengan demikian ia menjadi manusia yang bermartabat.

Dalam bidang pendidikan agama pun seharusnya demikian. Pendidikan agama bukan sekadar proses pengalihan pengetahuan iman dari guru kepada siswa, tetapi suatu proses pergumulan untuk mengintepretasikan ajaran imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Kalau proses ini dilatih terus-menerus, maka siswa akan terampil dan kompeten untuk selalu melihat intervensi Allah dalam hidup nyatanya sehari-hari. Dan itulah artinya hidup beriman. Kalau begitu keterampilan dan kom-petensi ini akan merupakan bekal hidupnya yangtak ternilai.

B.    Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
Setiap mata pelajaran mempunyai karakteristik yang khas. Demikian juga halnya dengan pelajaran Pendidikan Agama Katolik, yang memiliki karakteristiknya sebagai berikut:
1.      Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yng dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan para siswa untuk memperteguh iman dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Dengan kata lain, Pendidikan Agama Katolik merupakan usaha membantu para siswa untuk mampu mengenal, menyadari dan menghayati hidupnya dalam terang iman kristiani seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus.
2.      Materi Pendidikan Agama Katolik berupa tema-tema penting mengenai kese-luruhan hidup beriman, yang berkisar “pemahaman akan dirinya sebagai laki-laki dan perempuan dengan segala kemampuan dan keterbatasannya untuk berelasi dengan sesama dan lingkungannya, pemahaman akan Yesus Kistus yang mewartakan Bapa dan Kerajaan Allah serta mampu meneladanNya, pemahaman akan makna Gereja dan perwujudan hidup menggereja dalam kehdiupan yang nyata serta dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan Firman Allah, ajaran Yesus dan Gereja”.
3.      Tema-tema pokok Pendidikan Agama Katolik dipilih dan bersumber pada kenyataan hidup umat beriman serta mencakup “pribadi dan lingkungannya, Yesus Kristus dan Kabar Baiknya, Hidup meng-Gereja dan hidup berma-syarakat”.
4. Materi Pendidikan Agama Katolik dikembangkan dengan pendekatan refleksi iman, interaksi dan komunikasi iman, yang dapat menumbuh-kembangkan sikap aktif dalam proses Pendidikan Agama Katolik yang berkesinambungan dan sikap interaksi/komunikasi aktif antar siswa dan antara siswa dengan guru.

C.    Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).
Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode  perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kog-nitif, psikomotor, dan afektif.
1.   Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logismatematis (kemampuan berfikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mentaltentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intrapribadi (kemam-puan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri), kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini berkembang pesat dan bila dapat dimanfaatkan oleh guru Pendidikan Agama Kato-lik, akan sangat membantu siswa memahami, menyadari dan menghayati imannya kepada Tuhan.
Para siswa SMP memiliki kemampuan untuk berpikir, memperoleh pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Kemampuan ini mulai bertumbuh sejalan dengan proses pertumbuhan mereka sebagai manusia, perempuan dan laki-laki, yang sedang memasuki usia remaja dan tahap sosialisasi diri. Kemampuan memungkinkan mereka dapat belajar dan mencari tahu apa yang brkaitan dengan kehidupan mereka,lebih-lebih mereka dapat belajar sesuatu yang dipikirkan berguna bagi kehidupan mereka. Misalnya, mereka mulai berpikir secara lebih kritis, termasuk dalam hal imannya, dan memiliki kemauan yang sering menggebu-gebu. Kemampuan kognitif ini membantu mereka melihat dan menilai sesuatu dengan skala nilainya sendiri, memandang jauh ke depan, mulai berpikir dengan pola abstrak, nada dan ritme hidupnya, menciptakan gambaran mental dan gambaran tentang pola penghayatan imannya, membayangkan obyek tertentu, membuat rencana masa depannya sendiri, mengambil keputusan secara pribadi dan bertanggungjawab (kemandirian etis).
2.   Perkembangan Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a.  Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.


b.  Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk  memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c.   Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.
Para siswa SMP memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu (pekerjaan) dengan melibatkan anggota badan dan gerak fisik karena mereka mengalami pertumbuhan fisik sebagai manusia. Kemampuan ini memungkinkan mereka mengembangkan bakat-bakat dan minat-minatnya, melakukan hal-hal yang diinginkan, mengadakan kontak dengan teman, menggunakan bahasa tulisan dan lisan, mencoba hal-hal yang dirasakan baru dan menginginkan hal-hal yang baru dalam mengaktualisasikan dirinya.
3.  Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan proses pengajaran Bahasa Inggris juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.
Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspon, dan apa yang diyakini dan diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
1.   Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
2.   Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
3.   Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dsbnya.
4.   Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
5.   Risk-taking, yaitu keberanian mengambil risiko.
6.   Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain. 
Para siswa SMP memiliki kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakkan terhadap sesuatu obyek, kehendak. Kemampuan ini memungkinkan mereka untuk membina selera dan cita rasanya sendiri, untuk merasa diri dihargai, diterima baik dan apa adanya, untuk leluasa mencari teman bergaul, mengutarakan pendapat secara bebas, menyadari diri dan merasakan nilai-nilai rohani dalam dirinya, berkomunikasi secara pribadi dengan teman/sesamanya dan dengan Tuhan, dan lain-lain. Mereka juga mengalami berfungsinya organ-organ seksual baik pada perempuan maupun pada laki-laki sehingga kadangkala membuat mereka mudah tersinggung, murung, sangat perasa. Mereka juga berusaha menghayati imannya dalam situasi konkrit, mengungkapkan diri dengan memberi atau mencari perhatian, bergumul dengan situasi hidupnya yang baru, lingkungan sekitar, teman-temannya, mungkin guru-gurunya, pelajaran-pelajarannya, dan lain sebagainya.

II.   PENGERTIAN, PRINSIP DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN SILABUS

A.     Pengertian Silabus
Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/ Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
  1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh  Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
  2. Materi Pokok/Pembelajaran apa sajakah yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
  3. Kegiatan Pembelajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan objek belajar.
  4. Indikator apa sajakah yang harus ditentukan untuk mencapai Standar Isi.
  5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
  6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
  7. Sumber Belajar apa sajakah yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.

B.    Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
1.   Guru
Sebagai tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap kemajuan belajar siswa, seorang guru diharapkan mampu mengembangkan silabus sesuai dengan kompetensi mengajarnya secara mandiri. Di sisi lain guru lebih mengenal karakteristik siswa dan kondisi sekolah serta lingkungannya.

2.   Kelompok Guru
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
3.   Kelompok Kerja Guru (MGMP/PKG)
Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
4        Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.
Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional

C.    Prinsip Pengembangan Silabus

  1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.
  1. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
  1. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
  1. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar,  materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, sistem penilaian dan sumber belajar.
  1. Memadai
Cakupan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, sistem penilaian dan sumber belajar cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.
  1. Aktual dan Kontekstual
Cakupan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, sistem penilaian dan sumber belajar memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
  1. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.  Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.

  1. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
  1. Desentralistik
Pengembangan silabus ini bersifat desentralistik.  Maksudnya bahwa kewenangan pengembangan silabus bergantung pada daerah masing-masing, atau bahkan sekolah masing-masing. 

D.    Tahap-tahap Pengembangan Silabus

1.      Perencanaan
Tim yang ditugaskaan untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan internet.
2.      Pelaksanaan
Dalam melaksanakan penyusunan silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
3.      Perbaikan
Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa dan siswa itu sendiri.
4.      Pemantapan
Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria dengan cukup baik dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
5.      Penilaian silabus
Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakan model-model penilaian kurikulum.

III.    KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS

A.     Komponen silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
a.      Identitas Silabus
b.      Standar Kompentensi
c.      Kompetensi Dasar
d.      Materi Pokok
e.      Kegiatan Pembelajaran
f.        Indikator
g.      Penilaian
h.      Alokasi Waktu
i.        Sumber Belajar
Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus secara horisontal sebagai berikut.

Silabus

Sekolah                       : SMP
Kelas                         :  ......
Mata Pelajaran          : Pendidikan Agama Katolik
Semester                    : ......
Standar Kompetensi  : ......

Kompetensi
Dasar

Materi
Pokok/Pembe-lajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator
Penilaian
Alokasi
 Waktu
Sumber
Belajar
Teknik
Bentuk
 Instrumen
Contoh
Instrumen



























Catatan:
*     Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa untuk mencapai SK dan KD.
*     Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran  (n x 40 menit)
*     Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber, atau lainnya.

B.    Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1.      Mengisi identitas
Identitas terdiri dari nama sekolah, kelas, mata pelajaran, semester dan standar kompetensi.  Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.

2.      Menuliskan Standar Kompetensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi diambil dari Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Sebelum menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.      urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD;
b.      keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c.      keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

3.      Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih dari yang tercantum dalam Standar Isi.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.      urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar;
b.      keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran ;
c.      keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.

4.   Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Dalam mengidentifikasi materi pokok harus dipertimbangkan:
a.      relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
b.      tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta  didik;
c.      kebermanfaatan bagi peserta didik;
d.      struktur keilmuan;
e.      kedalaman dan keluasan materi;
f.        relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan;
g.      alokasi waktu.

Selain itu juga harus diperhatikan:
a.      kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;
b.      tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa diperlukan oleh siswa;
c.      kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya;
d.      layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;
e.      menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

5.  Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran adalah kegiatan fisik ataupun mental yang dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan objek belajar.
Kriteria mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
a.      Kegiatan Pembelajaran disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara profesional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b.      Kegiatan Pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
c.      Kegiatan Pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yan harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
d.      Kegiatan Pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
e.      Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f.        Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.
g.      Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi KD-KD yang memerlukan prasyarat tertentu.
h.      Pembelajaran  bersifat spiral (terjadi pengulangan-pengulangan pembelajaran materi tertentu).
i.        Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.      memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan, di bawah bimbingan guru;
b.      mencerminkan ciri khas dalam pegembangan kemapuan mata pelajaran;
c.      disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia
d.      bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan, kelompok, dan klasikal.
e.   memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekomomi, dan budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.

6.   Merumuskan Indikator
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar dan merupakan sub-kompetensi dasar. Indikator dirumuskan sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik dan dirumuskan dalam kata kerja operasioanl yang terukur dan atau dapat diobservasi. Oleh karena itu, di dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini:
·        Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
·        Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
·        Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
·        Harus dapat menunjukan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).
·        Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
·        Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
·        Menggunakan kata kerja operasional.



7.   Penilaian
Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.
a.  Teknik Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan teknik peni-laian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.
Teknik tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul atau salah.
Dalam melaksanakan penilaian perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1)      Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.
2)      Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3)      Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4)      Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
5)      Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti proses pembelajaran lagi, sedang bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan.
6)      Siswa yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
7)      Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian yang tepat.
8)      Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian baik  formal maupun nonformal secara berkesinambungan.
9)      Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10)  Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
11)  Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran menge-nai perkembangan pencapaian kompetensi.
12)  Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi  siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13)  Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/ hasil dengan melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
b.   Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Oleh karena itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa bentuk instrumen yang tergolong teknik:
1)     Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan sebagainya.
2)     Tes lisan berbentuk daftar pertanyaan.
3)     Tes unjuk kerja dapat berupa tes identifikasi,  tes simulasi dan uji petik kerja produk, uji petik produk prosedur atau uji petik kerja petik kerja dan produk.
4)     Penugasan seperti tugas proyek atau tugas rumah.
5)     Observasi dengan menggunakan lembar observasi.
6)     Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara.
7)  Portofolio dengan menggunakan dokumen pekerjaan, karya dan atau prestasi siswa.
Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan ragam teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan sebagai berikut:

                       Teknik
                    Bentuk Instrumen

*Tes tulis
*Tes isian
*Tes uraian
*Tes pilihan ganda
*Tes lisan
*Daftar pertanyaan

*Tes unjuk kerja
*Tes identifikasi
*Uji petik kerja produk
*Uji kerja prosedur
* Uji petik kerja prosedur dan produk
*Penugasan
*Tugas proyek
*Tugas rumah
*Observasi
*Lembar observasi
*Wawancara
*Pedoman wawancara
*Portofolio
*Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau prestasi siswa
*Penilaian diri
*Lembar penilaian diri

c.   Contoh Instrumen
Setelah ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyu­lit­kan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran.

  1. Menentukan alokasi waktu
Alokasi waktu adalah junlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu KD tertentu, dengan memperhatikan:
a. minggu per semester;
b. alokasi waktu mata pelajaran;
c. jumlah kompetensi per semester.

  1. Menentukan Sumber Belajar
Sumber Belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak dan elektronik, nara sumber, lingkungan alam sekitar dan sebagainya.

IV. PENUTUP

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik ini menjadi dasar bagi Gereja Katolik dalam hal ini Komisi Kateketik KWI, untuk menyusun kurikulum beserta indikator pencapaian kompetensi yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian.

Guru dapat mengatur urutan Standar Kompetensi  dan Kompetensi Dasar sesuai dengan keadaan daerahnya.

Pendidiakn Agama Katolik bukan segala-galanya. Maka Pendidikan Agama Katolik perlu ditunjang dengan kegiatan ekstra-kurikuler dan pastoral sekolah.

Contoh silabus yang terdapat di dalam lampiran 2 bukan contoh satu-satunya di dalam pengembangan silabus yang disusun berdasarkan Standar Isi. Untuk itu, diharapkan sekolah atau daerah dapat mengembangkan sendiri bentuk silabus yang lain.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, silabus harus dijabarkan lebih operasional dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.





DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidian Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004). Pedoman khusus pengembangan silabus berbasis kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta.

--------------- (2005). Pedoman khusus pengembangan sistem penilaian berbasis komptensi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2006). Panduan pengembangan silabus mata pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
--------------- (2006). Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kaotlik Sekolah Menengah Pertama (SMP)(fotocopy). Jakarta.

Djemari Mardapi (2001). Pedoman umum sistem penilaian hasil kegiatan kegiatan belajar mengajar berbasis kompetensi dasar siswa Sekolah Menengah Umum (SMU). Yogyakarta: Program Pascasarjana.

---------------- (1997). Berbagai bentuk obyektif. Makalah disampaikan pada Pelatihan Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa di Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan UGM, Yogyakarta.

Ehdenberg, John (1999). Civil society: The critical history of an idea. New York and London: New York University Press.

Hall. Gene E. (1986). Competency – Based Education: A Process for the improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.

Jacobs, Tom SJ, Kieser, B. SJ dan Banawiratma, J.B. SJ (1992). Silabus pendidikan iman katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Gardner, H. (1993). Multiple intelligences. London: Paul Chapman Publishing Ltd.

Merryfield, Merry M., Ellaine Jarchow, and Sarah Pickert (1997). Preparing teachers to teach global perspectives: A handbook for teacher educators. California: Carwin Press, Inc.

Piaget, J.(1970). Science of education and the psychology of the child. New York: Viking.

Popham, W. James (1986). Evaluasi pengajaran (terjemahan: Irwanto). Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia (2002). Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Lanjutan Tingkat pertama. Jakarta.

--------------- (2004). Pendidikan Agama Katolik untuk SMP (Buku guru 1,2,3). Yogyakarta: Kanisius.

--------------- (2004). Pendidikan Agama Katolik untuk SMP (Buku murid 1,2,3). Yogyakarta: Kanisius.

--------------- (1996). Iman katolik, Buku informasi dan referensi. Yogyakarta: Kanisius & Jakarta: OBOR.

Tim Penyusun Komisi Kateketik dan Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Agung Semarang (2001). Pendidikan religiositas untuk SMP kelas 1,2,3. Yogyakarta: Kanisius.

---------------- (2001). GBPP Pendidikan religiositas untuk SMP. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Program Pascasarjana UNY (2002). Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar siswa Sekolah Menengah Umum (SMU): Mata pelajaran ilmu sosial terapan. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.